Teknologi telah mengubah cara kita bekerja, berinteraksi, hingga beristirahat. Dengan satu sentuhan layar, kita bisa berkomunikasi, belajar, atau mencari hiburan kapan pun dan di mana pun. Namun di balik kemudahan itu, muncul fenomena baru yang semakin sering dibicarakan: meningkatnya tingkat kecemasan akibat penggunaan teknologi.
Meski teknologi bisa membantu kesehatan mental melalui aplikasi meditasi atau terapi daring, penggunaan berlebihan tanpa batas dapat memperburuk stres, gangguan tidur, dan perasaan tertekan.
Hubungan Antara Teknologi dan Kecemasan
Berbagai penelitian menunjukkan adanya kaitan erat antara penggunaan teknologi yang berlebihan dan meningkatnya gejala kecemasan. Media sosial, misalnya, sering kali membuat pengguna terjebak dalam perbandingan sosial, pencarian validasi, dan arus informasi tanpa henti — semua ini dapat memicu stres emosional.
Notifikasi yang terus-menerus membuat otak sulit beristirahat. Kondisi ini mengaktifkan sistem saraf stres dan meningkatkan kadar kortisol serta adrenalin, hormon yang sama dilepaskan saat kita merasa cemas atau terancam.
Selain itu, budaya “selalu online” membuat batas antara pekerjaan dan waktu istirahat menjadi kabur. Akibatnya, banyak orang sulit benar-benar lepas dari tekanan dan mengalami kelelahan mental.
Media Sosial dan Perangkap Perbandingan
Media sosial memang bisa menyatukan orang dari berbagai belahan dunia, tetapi juga dapat menciptakan ilusi kehidupan sempurna. Melihat kehidupan orang lain yang tampak lebih sukses, lebih bahagia, atau lebih menarik sering kali menimbulkan rasa cemas dan takut tertinggal (FOMO – Fear of Missing Out).
Selain itu, platform seperti Instagram dan TikTok dirancang untuk memberikan dopamin lewat “likes” dan komentar. Ketika validasi ini berkurang, muncul perasaan tidak cukup baik atau kehilangan makna.
Dampak Teknologi terhadap Tidur
Salah satu dampak terbesar teknologi terhadap kecemasan datang dari gangguan tidur. Cahaya biru dari layar ponsel atau laptop menekan produksi melatonin — hormon yang mengatur tidur — sehingga membuat kita sulit terlelap. Kurang tidur meningkatkan sensitivitas terhadap stres dan memperburuk gejala kecemasan.
Teknologi Juga Bisa Menjadi Solusi
Meski sering disalahkan, teknologi juga bisa menjadi alat bantu untuk menenangkan pikiran jika digunakan dengan bijak. Aplikasi meditasi, latihan pernapasan, dan terapi daring telah terbukti membantu mengurangi stres dan memperbaiki kesejahteraan mental.
Kuncinya adalah penggunaan sadar (mindful use): batasi waktu layar, matikan notifikasi yang tidak penting, dan sisihkan waktu untuk benar-benar lepas dari dunia digital setiap hari.
Kesimpulan
Teknologi adalah pedang bermata dua bagi kesehatan mental. Ia bisa menghubungkan kita, tetapi juga membuat kita terperangkap dalam kecemasan. Dengan menyadari dampaknya dan menerapkan kebiasaan digital yang sehat, kita dapat menggunakan teknologi sebagai alat untuk mendukung — bukan mengganggu — keseimbangan hidup dan ketenangan batin.
Sumber:
-
Elhai, J. D., Yang, H., & Montag, C. (2021). Fear of missing out (FOMO): Overview, theoretical underpinnings, and literature review on relations with social and mobile technologies. Current Opinion in Psychology, 36, 109–117.
-
Firth, J., Torous, J., Nicholas, J., et al. (2019). The efficacy of smartphone-based mental health interventions for depressive symptoms: A meta-analysis of randomized controlled trials. World Psychiatry, 18(3), 325–336.
-
Harvard Health Publishing. (2020). Blue light has a dark side. Retrieved from https://www.health.harvard.edu
-
Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013). Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Computers in Human Behavior, 29(4), 1841–1848.
-
Turel, O., & Bechara, A. (2016). A triadic neurocognitive approach to understanding technology addiction. World Psychiatry, 15(1), 13–19.
-
Twenge, J. M. (2019). iGen: Why Today’s Super-Connected Kids Are Growing Up Less Happy—and Completely Unprepared for Adulthood. Atria Books.
-
Vannucci, A., Flannery, K. M., & Ohannessian, C. M. (2017). Social media use and anxiety in emerging adults.Journal of Affective Disorders, 207, 163–166.
Tinggalkan komentar