Sebagian besar perempuan mengalami ketidaknyamanan saat menstruasi — mulai dari kram perut, perubahan suasana hati, perut kembung, hingga rasa lelah. Namun, pernahkah Anda menyadari bahwa gejala yang Anda alami mirip dengan ibu atau saudara perempuan Anda? Hal ini menimbulkan pertanyaan menarik: apakah gejala menstruasi diturunkan secara genetik?
Penelitian menunjukkan bahwa meskipun faktor lingkungan dan gaya hidup berperan penting, genetika juga berpengaruh terhadap bagaimana tubuh perempuan mengalami menstruasi.
1. Faktor Genetik dalam Nyeri Menstruasi
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa genetika memengaruhi tingkat nyeri menstruasi (dismenore). Studi kembar yang dilakukan oleh Treloar et al. (1999) menemukan bahwa sekitar 55% variasi tingkat nyeri menstruasi disebabkan oleh faktor genetik.
Gen tertentu yang berhubungan dengan peradangan dan sensitivitas terhadap rasa sakit juga turut berperan. Misalnya, variasi pada gen OXTR (reseptor oksitosin) dan ESR1 (reseptor estrogen alfa) dikaitkan dengan peningkatan sensitivitas terhadap nyeri menstruasi. Karena kadar estrogen berfluktuasi sepanjang siklus menstruasi, perbedaan genetik dalam cara tubuh merespons hormon ini dapat memengaruhi intensitas nyeri yang dirasakan.
2. Endometriosis dan Riwayat Keluarga
Untuk kasus nyeri menstruasi yang lebih berat, faktor keturunan terlihat lebih jelas. Endometriosis, misalnya, adalah kondisi di mana jaringan mirip dinding rahim tumbuh di luar rahim dan menyebabkan nyeri hebat serta perdarahan berat.
Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki keluarga dekat (ibu, kakak, atau anak perempuan) dengan endometriosis memiliki risiko enam kali lebih tinggi untuk mengalaminya. Faktor genetik yang mengatur sistem imun, peradangan, dan pertumbuhan jaringan berperan besar dalam kondisi ini.
3. PMS dan PMDD: Genetik dan Perubahan Hormon
Selain nyeri fisik, gejala emosional seperti mudah marah, cemas, atau sedih sebelum menstruasi juga bisa dipengaruhi oleh genetik. Sindrom Pra-Menstruasi (PMS) dan Gangguan Disforik Pra-Menstruasi (PMDD) terkait dengan cara otak merespons perubahan hormon, khususnya progesteron dan serotonin.
Studi kembar menunjukkan bahwa hingga 40% variasi gejala PMS dapat dijelaskan oleh faktor keturunan. Selain itu, variasi pada gen 5-HTTLPR yang mengatur transportasi serotonin dapat membuat sebagian perempuan lebih sensitif terhadap perubahan hormon yang memengaruhi suasana hati.
4. Peran Lingkungan dan Gaya Hidup
Walau gen memainkan peran penting, faktor lingkungan dan gaya hidup juga menentukan seberapa berat gejala menstruasi dirasakan. Pola makan, stres, olahraga, dan kualitas tidur dapat memperkuat atau mengurangi efek genetik.
Misalnya, tingkat stres tinggi dapat meningkatkan produksi prostaglandin, senyawa yang menyebabkan kontraksi rahim dan rasa nyeri, bahkan pada perempuan tanpa predisposisi genetik tinggi.
Artinya, gejala menstruasi sering kali merupakan hasil interaksi antara gen dan lingkungan. Dua saudara perempuan dengan gen yang mirip bisa mengalami gejala yang berbeda karena pola hidup yang berbeda pula.
5. Kesimpulan
Gejala menstruasi terbukti sebagian bersifat genetik, terutama pada dismenore, PMS, dan endometriosis. Namun, faktor gaya hidup tetap berpengaruh besar. Dengan memahami riwayat keluarga dan menjaga kesehatan melalui nutrisi seimbang, manajemen stres, serta olahraga teratur, perempuan dapat mengurangi intensitas gejala menstruasi — bahkan jika memiliki predisposisi genetik.
Sumber:
-
Hirayama, F., Lee, A. H., Binns, C. W., & Zhao, Y. (2014). Genetic polymorphisms associated with menstrual pain.European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, 179, 163–167.
-
Kendler, K. S., Karkowski, L. M., & Corey, L. A. (1992). Genetic influences on premenstrual symptoms: A twin study. Psychological Medicine, 22(2), 443–452.
-
Sapkota, Y., et al. (2017). Genetic basis of endometriosis. Human Reproduction Update, 23(4), 513–532.
-
Słopień, R., et al. (2018). Estrogen receptor alpha gene polymorphism and menstrual pain. Ginekologia Polska, 89(1), 27–32.
-
Treloar, S. A., Bell, T. A., Nagle, C. M., & Martin, N. G. (1999). Genetic influences on dysmenorrhea and premenstrual symptoms: A twin study. American Journal of Obstetrics and Gynecology, 180(2), 277–283.
-
Schmidt, P. J., et al. (2017). The role of sex hormones and serotonin in premenstrual dysphoric disorder. Biological Psychiatry, 82(9), 655–664.
Tinggalkan komentar