Ditulis bekerja sama dengan Biyung Indonesia
Menstruasi adalah fase yang sangat alami bagi individu yang memiliki rahim untuk bereproduksi.
Seharusnya kebutuhan "support system" yang menunjang tugas tersebut terjamin seperti ketersediaan makanan, pakaian dan tempat tinggal untuk setiap individu.
Namun yang terjadi hari ini justru sebaliknya. Merujuk kepada data kelompok penduduk Indonesia berdasarkan tingkat pengeluaran (sumber: World Bank, Januari 2020):
Kelompok | Pengeluaran per Bulan (IDR) | Populasi % |
Miskin | < 354.000 | 11% |
Rentan | 354.001 - 532.000 | 24% |
Menuju Menengah | 532.001 - 1.200.000 | 44.5% |
Menengah | 1.200.001 - 6.000.000 | 20% |
Atas | > 6,000.000 | 0.5% |
Dari data tersebut, hanya sekitar 20,5% individu yang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk mendapatkan akses Hak Menstruasi Sehat dan Kesehatan Reproduksinya. Ini termasuk akses kepada edukasi tentang menstruasi, apa yang harus disiapkan saat anak perempuan masuk fase menarche (menstruasi pertama) hingga perempuan dewasa memasuki fase menopause; bekal informasi dan pengetahuan dasar tentang ketubuhan perempuan dan cara mitigasi jika kita mengalami kesakitan atau kesulitan saat menstruasi. Artinya ada sekitar 80% individu di Indonesia yang rentan mengalami "period poverty" (kemiskinan menstruasi).
Apa itu "Period Poverty"?
"Period poverty" atau kemiskinan menstruasi adalah sebuah situasi dimana individu atau kelompok perempuan mengalami kesulitan atau ketidak adanya akses untuk mendapatkan Hak Menstruasi Sehat dan Kesehatan Seksual dan Reproduksinya. "Period poverty" sangat nyata dan terjadi di sekitar kita, bisa tetangga kita, saudara kita, teman kita, atau bahkan kita sendiri.
Pernahkah kamu perhatikan bagaimana perempuan di sekitar kamu menjalani menstruasi mereka?
Perempuan di keluarga miskin hanya bisa pakai pembalut 1 kali untuk 1 hari karena tidak punya uang untuk beli pembalut yang cukup. Dengan gaji buruh rata-rata dibawah Rp. 2.000.000 – 3.000.000 per bulan, terlanjut adalah contoh pengeluaran sebulan:
- Makan: 3x sehari, Rp. 50.000 x 30 hari = Rp. 1.500.000
- Rumah (sewa kamar / tempat tinggal): Rp. 700.000
- Bensin, pulsa, listrik = Rp. 500.000
- Kebutuhan selfcare rumah tangga (sabun, shampo, teh, gula, kopi) = Rp. 500.000
- Bayar pinjaman / angsuran motor, dll. = Rp. 200.000
Total: lebih dari Rp. 3.000.000!
Bagaimana individu yang memiliki dan harus menghidupi keluarga? Bagaimana juga mereka bisa membeli makanan bergizi untuk asupan selama menstruasi untuk mendukung kesehatan reproduksi mereka?
Cerita berikutnya sering terdengar dari anak perempuan dari keluarga kurang mampu…
Banyak dari mereka mengaku saat menstruasi memilih untuk tidak masuk sekolah karena tidak punya pembalut yang cukup. Mereka takut minta uang kepada orang tuanya untuk beli pembalut, karena mereka tau orang tua mereka tidak ada uang. Atau walaupun mereka punya pembalut, tetap khawatir kalau menstruasi tembus lewat pakaian dan diejek oleh teman sekolahnya. Tingginya angka kasus bully di sekolah yang terkait dengan ejekan untuk anak perempuan yang menstruasinya menembus lewate seragam sekolahnya. Ada anak perempuan yang diseret temannya keluar kelas, diejek dan diteriaki teman-temannya untuk bersihkan kursi kelas yang terkena noda darah.
Begitu juga saat menstruasi mereka harus tetap ikut upacara bendera atau kegiatan olahraga, padahal mereka butuh istirahat karena sedang mengalami nyeri haid atau sakit lainnya. Jika anak perempuan minta ijin untuk tidak mengikuti kegiatan upacara atau olahraga, pihak guru sering tetap tidak percaya dan akan memeriksa pakaian dalam anak perempuannya!
Hal tersebut juga menjadi salah penyebab prestasi anak perempuan di sekolah lebih rendah dan tidak bisa naik kelas, karena jumlah absensi siswa adalah salah satu faktor penilaian raport sekolah. Efek dominonya, banyak anak perempuan dari keluarga kurang mampu tidak melanjutkan sekolah tinggi, dan menjadi buruh di bawah umur, atau dikawinkan.
Kaitannya dengan pernikahan anak, di beberapa wilayah di Indonesia (terutama daerah terpencil dan pedalaman), kelompok masyarakat masih menerapkan kebiasaan atau tradisi bahwa saat anak perempuan mengalami menstruasi pertama adalah waktunya si anak perempuan dinikahkan. Banyak anak perempuan juga berkisah, saat mengalami menstruasi pertama, mereka tidak mengaku kepada orang tuanya karena takut akan dinikahkan.
"Period poverty" juga bisa kita lihat dari kondisi infrastruktur sanitasi dan air bersih di tempat umum, seperti sekolah, pasar, kantor layanan masyarakat di kecamatan atau desa, atau di pemukiman dan perkampungan padat kota.
Banyak perempuan mengalami kesulitan untuk ganti pembalut karena toilet / kamar mandi kotor dan tidak ada air bersih, tidak bisa untuk ganti pembalut di tempat publik.
Tidak adanya pemahaman tentang produk dan pilihan alat tampung darah menstruasi, terutama produk pembalut sekali pakai, menyebabkan banyak perempuan yang mengalami gangguan kesehatan alat reproduksi karena pemakaian pembalut sekali pakai yang sudah kadaluarsa. Banyak panti asuhan dan disabilitas mengeluhkan juga, bagaimana panti sangat bergantung pada penerimaan bantuan pembalut sekali pakai untuk penghuni perempuan. Banyak panti yang mengalami kesulitan menjamin kesehatan reproduksi penghuninya, dan kesulitan pengelolaan sampah pembalut sekali pakai yang membuat toilet atau selokan mampet.
Dan di kampung-kampung, masih banyak perempuan yang membuang pembalut ke sungai karena takut ketahuan jika sedang menstruasi. Ini diakibatkan oleh stigma negatif terhadap menstruasi.
"Period poverty" disebabkan:
- Kemiskinan
- Diskriminasi bagi perempuan dan kelompok rentan
- Stigma dan tabu terhadap menstruasi yang masih kuat di dalam masyarakat
- Minim, bahkan tidak ada, edukasi dan akses kepada informasi tentang hak kesehatan reproduksi
- Alih fungsi lahan, kerusakan dan pencemaran lingkungan menyebabkan perempuan tidak memiliki sumber air dan sanitasi yang layak
- Minimnya implementasi sistem kebijakan (ada undang-undang tapi belum dilaksanakan atau dipaksakan)
Solusi utama untuk segera menghentikan "period poverty":
- Edukasi - Membangun kesadaran tentang hak hidup sehat dan kesejahteraan bagi perempuan dan kelestarian bumi
- Advokasi - Untuk mendorong perbaikan sistem jaminan kesehatan dan kesejahteraan perempuan dan keluarga
- Kolaborasi - Bekerja bersama dengan berbagai elemen yang saling beririsan untuk melakukan aksi solusi
Kamu semua diundang untuk mendukung Gerakan Perempuan Bantu Perempuan STOP PERIOD POVERTY, untuk kebaikan perempuan hari ini, generasi masa depan dan planet bumi kita!
Unduh aplikasi pelacak menstruasi Nona Woman untuk iOS & Android untuk memahami siklus menstruasi kamu.
Nona December Giving Month for Biyung
Bulan ini, Nona melakukan penggalangan dana dengan Biyung (@b.i.y.u.n.g) untuk melawan "period poverty."
Biyung adalah usaha sosial untuk edukasi kesehatan perempuan dan lingkungan. Hasil usaha digunakan untuk program advokasi dan pemberdayaan perempuan, termasuk melatih menjahit pembalut kain dan pengadaan pembalut kain untuk kelompok perempuan rentan di perkampungan kota, pedesaan dan perempuan disabilitas di panti.
100% hasil penggalangan dana untuk mendukung Gerakan Perempuan Bantu Perempuan di Papua! Donasi digunakan untuk pembiayaan produksi pembalut kain yang akan dijahit oleh dan dibagikan kepada perempuan di wilayah pedesaan Papua. Target kami adalah untuk mencukupi kelperluan menstruasi untuk 250 perempuan di Papua (1,250 pembalut kain, atau 5-6 pembalut per perempuan).
Kebahagiaan tidak datang dari apa yang kita terima, tetapi dari apa yang kita berikan. Kami harap kamu bersemangat memerangi kemiskinan menstruasi dengan kami.
Download eBook menstruasi GRATIS untuk memahami lebih dalam tentang siklus menstruasi kamu!
Tinggalkan komentar